BAHAYA PENYALAHGUNAAN MEDIA INTERNET DAN UPAYA PENANGANANNYA
Posted by: Admin on: 8 April 2008
Mustika Ranto Gulo, Ir
Catatan dan Peringatan kepada Media elektronik media Internet.
Peringatan Pertama: Jika mengutip tulisan
original di media online, harus menulis nara sumbernya minimal
menyebutkan nama penulisnya. Hukuman atas pencurian ide dan tulisan itu,
hukumannya sangat berat. Termasuk berita, yang disuguhkan harus jelas
nara sumbernya, bukan katanya dan katanya.
Bagaimanapun yang kita cari adalah
informasi yang layak untuk dibaca dan digunakan untuk kemajuan umat
manusia. Mendapat informasi tidak identik dengan mencuri ide orang lain.
Dalam UU Pers, ditegaskan mengenai etika pemebritaan suatu kejadian,
misalnya sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka maka nama yang
bersangkutan masih disingkat atau di tulis alias. Setelah yang
bersangkutan dinyatakan tersangka baru nama aslinya diperbolehkan untuk
ditulis dan diketahui oleh umum. Jerat atas kesalahan ini sangat fatal,
menyangkut pencemaran nama baik. Sebab apabila berita itu tidak sesuai
dengan vonis hukum yang dijatuhkan oleh Kepolisian atau badan hukum
lainnya maka oknum pers elektronik, e-media atau media persuratkabaran,
wajib meminta maaf kepada si korban dalam bentuk announsment juga.
Masalahnya, masyarakat belum mengetahui hak-haknya terhadap setiap pemberitaan tersebut, termasuk di internet.
o BAHAYA INTERNET.
Jika pemakaian internet disalah gunakan
maka akan menimbulkan banyak kerugian kepada umat manusia. Kebutuhan dan
penggunaan akan teknologi informasi yang diaplikasikan dengan internet
dalam segala bidang seperti e-banking, e-commerce, e-government,
e-education dan banyak lagi telah menjadi sesuatu yang lumrah. Internet
telah menciptakan dunia baru yang dinamakan cyberspace yaitu sebuah
dunia komunuikasi berbasis computer yang menawarkan realitas yang baru
berbentuk virtual (tidak langsung dan tidak nyata).
Perkembangan internet yang semakin hari
semakin meningkat baik teknologi dan penggunaanya. Mempunyai banyak
dampak baik positif maupun negative. Untuk yang bersifat positif, banyak
manfaat dan kemudahan yang didapat dari teknologi ini, misalnya kita
dapat melakukan transaksi perbankan kapan saja dengan e-banking,
e-commerce juga membuat kita mudah melakukan pembelian maupun penjualan
suatu barang tanpa mengenal tempat. Mencari referensi atau informasi
mengenai ilmu pengetahuan juga bukan hal yang sulit dengan adanya
e-library dan banyak lagi kemudahan yang didapatkan dengan perkembangan
Internet. Tentunya, tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi Internet
membawa dampak negatif yang tidak kalah banyak dengan manfaat yang ada.
Internet membuat kejahatan yang semula bersifat konvensional seperti
pengancaman, pencurian dan penipuan kini dapat dilakukan dengan
menggunakan media komputer secara online dengan resiko tertangkap yang
sangat kecil oleh individu maupun kelompok dengan akibat kerugian yang
lebih besar baik untuk masyarakat maupun negara disamping menimbulkan
kejahatan-kejahatan baru.
Banyaknya dampak negatif yang timbul dan
berkembang, membuat suatu paradigma bahwa tidak ada komputer yang aman
kecuali dipendam dalam tanah sedalam 100 meter dan tidak memiliki
hubungan apapun juga. Seperti seorang hacker dapat masuk ke dalam suatu
sistem jaringan perbankan untuk mencuri informasi nasabah yang terdapat
di dalam server mengenai data base rekening bank tersebut, karena dengan
adanya e-banking jaringan tersebut dapat dikatakan terbuka serta dapat
diakses oleh siapa saja. Walaupun pencurian data yang dilakukan sering
tidak dapat dibuktikan secara kasat mata karena tidak ada data yang
hilang tetapi dapat diketahui telah diakses secara illegal dari sistem
yang dijalankan.
Tidak kurang menghebohkannya adalah beredarnya gambar-gambar porno
hubungan seksual/pornografi, misalnya antara seorang bintang sinetron
Sukma Ayu dan Bjah, seorang penyanyi dari group band yang ternama.
Gambar-gambar tersebut beredar secara luas di Internet baik melalui
e-mail maupun dalam tampilan website yang dapat disaksikan oleh siapa
saja secara bebas.
Pengungkapan kejahatan ini masih sangat kecil sekali, dikarenakan banyak
kendala dan hambatan yang dihadapi dalam upaya pengungkapannya. Saat
ini, bagi mereka yang senang akan perjudian dapat juga melakukannya dari
rumah atau kantor hanya dengan mengakses situs www.indobetonline.com
atau www.tebaknomor.com dan banyak lagi situs sejenis yang menyediakan
fasilitas tersebut dan memanfaatkan fasilitas Internet banking untuk
pembayarannya. E-commerce tidak sedikit membuka peluang bagi terjadinya
tindak pidana penipuan, seperti yang dilakukan oleh sekelompok pemuda di
Medan yang memasang iklan di salah satu website terkenal “Yahoo” dengan
seolah-olah menjual mobil mewah Ferrary dan Lamborghini dengan harga
murah sehingga menarik minat seorang pembeli dari Kuwait. Perbuatan
tersebut dapat dilakukan tanpa adanya hubungan terlebih dahulu antara
penjual dan pembeli, padahal biasanya untuk kasus penipuan terdapat
hubungan antara korban atau tersangka.
Dunia perbankan melalui Internet (ebanking) Indonesia, dikejutkan oleh
ulah seseorang bernama Steven Haryanto, seorang hacker dan jurnalis pada
majalah Master Web. Lelaki asal Bandung ini dengan sengaja membuat
situs asli tapi palsu layanan Internet banking Bank Central Asia, (BCA).
Steven membeli domain-domain dengan nama mirip www.klikbca.com (situs
asli Internet banking BCA), yaitu domain wwwklik-bca.com, kilkbca.com,
clikbca.com, klickca.com. dan klikbac.com. Isi situs-situs plesetan
inipun nyaris sama, kecuali tidak adanya security untuk bertransaksi dan
adanya formulir akses (login form) palsu. Jika nasabah BCA salah
mengetik situs BCA asli maka nasabah tersebut masuk perangkap situs
plesetan yang dibuat oleh Steven sehingga identitas pengguna (user id)
dan nomor identitas personal (PIN) dapat di ketahuinya. Diperkirakan,
130 nasabah BCA tercuri datanya. Menurut pengakuan Steven pada situs
bagi para webmaster di Indonesia, www.webmaster.or.id.
Selain carding, masih banyak lagi
kejahatan yang memanfaatkan Internet. Tentunya masih hangat dalam
pikiran kita saat seorang hacker bernama Dani Hermansyah, pada tanggal
17 April 2004 melakukan deface (Deface disini berarti mengubah atau
mengganti tampilan suatu website) dengan mengubah nama-nama partai yang
ada dengan nama-nama buah dalam website www.kpu.go.id, yang
mengakibatkan berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemilu yang
sedang berlangsung pada saat itu. Dikhawatirkan, selain nama–nama partai
yang diubah bukan tidak mungkin angka-angka jumlah pemilih yang masuk
di sana menjadi tidak aman dan dapat diubah, padahal dana yang
dikeluarkan untuk sistem teknologi informasi yang digunakan oleh KPU
sangat besar sekali.
Teknik lain adalah yang memanfaatkan
celah sistem keamanan server alias hole Cross Server Scripting (XXS)
yang ada pada suatu situs. XXS adalah kelemahan aplikasi di server yang
memungkinkan user atau pengguna menyisipkan baris-baris perintah
lainnya. Biasanya perintah yang disisipkan adalah Javascript sebagai
jebakan, sehingga pembuat hole bisa mendapatkan informasi data
pengunjung lain yang berinteraksi di situs tersebut. Makin terkenal
sebuah website yang mereka deface, makin tinggi rasa kebanggaan yang
didapat. Teknik ini pulalah yang menjadi andalan saat terjadi cyberwar
antara hacker Indonesia dan hacker Malaysia, yakni perang di dunia maya
yang identik dengan perusakan website pihak lawan.
PEMBAHASAN
Dari kasus yang telah terjadi diatas
dapat diketahui bahwa kejahatan ini tidak mengenal batas wilayah
(borderless) serta waktu kejadian karena korban dan pelaku sering berada
di negara yang berbeda. Semua aksi itu dapat dilakukan hanya dari depan
komputer yang memiliki akses Internet tanpa takut diketahui oleh orang
lain/saksi mata, sehingga kejahatan ini termasuk dalam Transnational
Crime/kejahatan antar negara yang pengungkapannya sering melibatkan
penegak hukum lebih dari satu negara. Mencermati hal tersebut dapatlah
disepakati bahwa kejahatan IT/Cybercrime memiliki karakter yang berbeda
dengan tindak pidana umum baik dari segi pelaku, korban, modus operandi
dan tempat kejadian perkara sehingga butuh penanganan dan pengaturan
khusus di luar KUHP.
Perkembangan teknologi informasi yang
demikian pesatnya haruslah diantisipasi dengan hukum yang mengaturnya
dimana kepolisian merupakan lembaga aparat penegak hukum yang memegang
peranan penting didalam penegakan hukum, sebab tanpa adanya hukum yang
mengatur dan lembaga yang menegakkan maka dapat menimbulkan kekacauan
didalam perkembangannya. Dampak negative tersebut menimbulkan suatu
kejahatan yang dikenal dengan nama “CYBERCRIME” yang tentunya harus
diantisipasi dan ditanggulangi.
Menjawab tuntutan dan tantangan
komunikasi global lewat Internet, Undang-Undang yang diharapkan (ius
konstituendum) adalah perangkat hukum yang akomodatif terhadap
perkembangan serta antisipatif terhadap permasalahan, termasuk dampak
negatif penyalahgunaan Internet dengan berbagai motivasi yang dapat
menimbulkan korban-korban seperti kerugian materi dan non materi. Saat
ini, Indonesia belum memiliki Undang-Undang khusus/cyber law yang
mengatur mengenai cybercrime walaupun rancangan undang-undang tersebut
sudah ada sejak tahun 2000 dan revisi terakhir dari rancangan
undang-undang tindak pidana di bidang teknologi informasi sejak tahun
2004 sudah dikirimkan ke Sekretariat Negara RI oleh Departemen
Komunikasi dan Informasi serta dikirimkan ke DPR namun dikembalikan
kembali ke Departemen Komunikasi dan Informasi untuk diperbaiki. Tetapi,
terdapat beberapa hukum positif lain yang berlaku umum dan dapat
dikenakan bagi para pelaku cybercrime terutama untuk kasus-kasus yang
menggunakan komputer sebagai sarana, antara lain:
a. Kitab Undang Undang Hukum Pidana
Dalam upaya menangani kasus-kasus yang
terjadi, para penyidik melakukan analogi atau perumpamaan dan persamaaan
terhadap pasal-pasal yang ada dalam KUHP. Pasal-pasal didalam KUHP
biasanya digunakan lebih dari satu Pasal karena melibatkan beberapa
perbuatan sekaligus pasal-pasal yang dapat dikenakan dalam KUHP pada
cybercrime antara lain :
1) Pasal 362 KUHP yang dikenakan untuk
kasus carding dimana pelaku mencuri nomor kartu kredit milik orang lain
walaupun tidak secara fisik karena hanya nomor kartunya saja yang
diambil dengan menggunakan software card generator di Internet untuk
melakukan transaksi di e-commerce. Setelah dilakukan transaksi dan
barang dikirimkan, kemudian penjual yang ingin mencairkan uangnya di
bank ternyata ditolak karena pemilik kartu bukanlah orang yang melakukan
transaksi.
2) Pasal 378 KUHP dapat dikenakan untuk
penipuan dengan seolah-olah menawarkan dan menjual suatu produk atau
barang dengan memasang iklan di salah satu website sehingga orang
tertarik untuk membelinya lalu mengirimkan uang kepada pemasang iklan.
Tetapi, pada kenyataannya, barang tersebut tidak ada. Hal tersebut
diketahui setelah uang dikirimkan dan barang yang dipesankan tidak
datang sehingga pembeli tersebut menjadi tertipu.
3) Pasal 335 KUHP dapat dikenakan untuk
kasus pengancaman dan pemerasan yang dilakukan melalui e-mail yang
dikirimkan oleh pelaku untuk memaksa korban melakukan sesuatu sesuai
dengan apa yang diinginkan oleh pelaku dan jika tidak dilaksanakan akan
membawa dampak yang membahayakan. Hal ini biasanya dilakukan karena
pelaku biasanya mengetahui rahasia korban.
4) Pasal 311 KUHP dapat dikenakan untuk
kasus pencemaran nama baik dengan menggunakan media Internet. Modusnya
adalah pelaku menyebarkan e-mail kepada teman-teman korban tentang suatu
cerita yang tidak benar atau mengirimkan e-mail ke suatu mailing list
sehingga banyak orang mengetahui cerita tersebut.
5) Pasal 303 KUHP dapat dikenakan untuk
menjerat permainan judi yang dilakukan secara online di Internet dengan
penyelenggara dari Indonesia.
6) Pasal 282 KUHP dapat dikenakan untuk
penyebaran pornografi maupun website porno yang banyak beredar dan mudah
diakses di Internet. Walaupun berbahasa Indonesia, sangat sulit sekali
untuk menindak pelakunya karena mereka melakukan pendaftaran domain
tersebut diluar negri dimana pornografi yang menampilkan orang dewasa
bukan merupakan hal yang ilegal.
7) Pasal 282 dan 311 KUHP dapat dikenakan
untuk kasus penyebaran foto atau film pribadi seseorang yang vulgar di
Internet , misalnya kasus Sukma Ayu-Bjah.
8) Pasal 378 dan 262 KUHP dapat dikenakan
pada kasus carding, karena pelaku melakukan penipuan seolah-olah ingin
membeli suatu barang dan membayar dengan kartu kreditnya yang nomor
kartu kreditnya merupakan curian.
9) Pasal 406 KUHP dapat dikenakan pada
kasus deface atau hacking yang membuat sistem milik orang lain, seperti
website atau program menjadi tidak berfungsi atau dapat digunakan
sebagaimana mestinya.
b. Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Menurut Pasal 1 angka (8) Undang-Undang
No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, program komputer adalah sekumpulan
intruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema ataupun bentuk
lain yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan
komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan
fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk
persiapan dalam merancang intruksi-intruksi tersebut. Hak cipta untuk
program komputer berlaku selama 50 tahun (Pasal 30). Harga program
komputer/software yang sangat mahal bagi warga negara Indonesia
merupakan peluang yang cukup menjanjikan bagi para pelaku bisnis guna
menggandakan serta menjual software bajakan dengan harga yang sangat
murah. Misalnya, program anti virus seharga $ 50 dapat dibeli dengan
harga Rp20.000,00. Penjualan dengan harga sangat murah dibandingkan
dengan software asli tersebut menghasilkan keuntungan yang sangat besar
bagi pelaku sebab modal yang dikeluarkan tidak lebih dari Rp 5.000,00
perkeping. Maraknya pembajakan software di Indonesia yang terkesan
“dimaklumi” tentunya sangat merugikan pemilik hak cipta. Tindakan
pembajakan program komputer tersebut juga merupakan tindak pidana
sebagaimana diatur dalam Pasal 72 ayat (3) yaitu “Barang siapa dengan
sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan
komersial suatu program komputer dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) “.
c. Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang
No 36 Tahun 1999, Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman,
dan/atau penerimaan dan setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda,
isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik,
radio, atau sistem elektromagnetik lainnya. Dari definisi tersebut, maka
Internet dan segala fasilitas yang dimilikinya merupakan salah satu
bentuk alat komunikasi karena dapat mengirimkan dan menerima setiap
informasi dalam bentuk gambar, suara maupun film dengan sistem
elektromagnetik.
Penyalahgunaan Internet yang mengganggu
ketertiban umum atau pribadi dapat dikenakan sanksi dengan menggunakan
Undang-Undang ini, terutama bagi para hacker yang masuk ke sistem
jaringan milik orang lain sebagaimana diatur pada Pasal 22, yaitu Setiap
orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah, atau
memanipulasi:
a) Akses ke jaringan telekomunikasi
b) Akses ke jasa telekomunikasi
c) Akses ke jaringan telekomunikasi khusus
Apabila seseorang melakukan hal tersebut
seperti yang pernah terjadi pada website KPU www.kpu.go.id, maka dapat
dikenakan Pasal 50 yang berbunyi “Barang siapa yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00
(enam ratus juta rupiah)”
d. Undang-Undang No 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan
Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 8
Tahun 1997 tanggal 24 Maret 1997 tentang Dokumen Perusahaan, pemerintah
berusaha untuk mengatur pengakuan atas mikrofilm dan media lainnya
(alat penyimpan informasi yang bukan kertas dan mempunyai tingkat
pengamanan yang dapat menjamin keaslian dokumen yang dialihkan atau
ditransformasikan). Misalnya Compact Disk -Read Only Memory (CD -ROM),
dan Write -Once Read -Many (WORM), yang diatur dalam Pasal 12
Undang-Undang tersebut sebagai alat bukti yang sah.
e. Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Undang-Undang ini merupakan Undang-Undang yang paling ampuh bagi
seorang penyidik untuk mendapatkan informasi mengenai tersangka yang
melakukan penipuan melalui Internet, karena tidak memerlukan prosedur
birokrasi yang panjang dan memakan waktu yang lama, sebab penipuan
merupakan salah satu jenis tindak pidana yang termasuk dalam pencucian
uang (Pasal 2 Ayat (1) Huruf q). Penyidik dapat meminta kepada bank yang
menerima transfer untuk memberikan identitas dan data perbankan yang
dimiliki oleh tersangka tanpa harus mengikuti peraturan sesuai dengan
yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan.
Dalam Undang-Undang Pencucian Uang proses tersebut lebih cepat karena
Kapolda cukup mengirimkan surat kepada Pemimpin Bank Indonesia di
daerah tersebut dengan tembusan kepada Kapolri dan Gubernur Bank
Indonesia, sehingga data dan informasi yang dibutuhkan lebih cepat
didapat dan memudahkan proses penyelidikan terhadap pelaku, karena data
yang diberikan oleh pihak bank, berbentuk: aplikasi pendaftaran, jumlah
rekening masuk dan keluar serta kapan dan dimana dilakukan transaksi
maka penyidik dapat menelusuri keberadaan pelaku berdasarkan data–data
tersebut.
Undang-Undang ini juga mengatur mengenai alat bukti elektronik atau
digital evidence sesuai dengan Pasal 38 huruf b yaitu alat bukti lain
berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan
secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.
f. Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
Selain Undang-Undang No. 25 Tahun 2003, Undang-Undang ini mengatur
mengenai alat bukti elektronik sesuai dengan Pasal 27 huruf b yaitu alat
bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau
disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan
itu. Digital evidence atau alat bukti elektronik sangatlah berperan
dalam penyelidikan kasus terorisme, karena saat ini komunikasi antara
para pelaku di lapangan dengan pimpinan atau aktor intelektualnya
dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas di Internet untuk menerima
perintah atau menyampaikan kondisi di lapangan karena para pelaku
mengetahui pelacakan terhadap Internet lebih sulit dibandingkan
pelacakan melalui handphone. Fasilitas yang sering digunakan adalah
e-mail dan chat room selain mencari informasi dengan menggunakan search
engine serta melakukan propaganda melalui bulletin board atau mailing
list.